1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
PolitikIndia

Apa yang Menarik dari Pemilu Legislatif 2024 di India?

Murali Krishnan
19 April 2024

Pemilu legislatif 2024 di India akan menjadi yang terbesar dan terpanjang dalam sejarah. Apakah Perdana Menteri Narendra Modi akan mampu mengamankan masa jabatan ketiga? Faktor apa yang bisa menghalanginya?

https://p.dw.com/p/4evQX
Plakat pemilu di India
Plakat pemilu di IndiaFoto: Indranil Mukherjee/AFP/Getty Images

Hari Jumat (19/4) menandakan dimulainya pemilihan umum terbesar di dunia. Di India, sekitar 970 juta penduduk berhak memberikan suara dalam tujuh fase pencoblosan yang dimulai pada 19 April dan berlangsung selama enam pekan.

Perdana Menteri Narendra Modi ingin mengamankan masa jabatan ketiga. Untuk itu, dia harus mempertahankan mayoritas kursi di Lok Sabha, majelis rendah India yang beranggotakan 543 orang.

Kontestasi demokratik ini melibatkan enam partai politik nasional, 57 partai lokal di tingkat negara bagian dan sebanyak 2.597 partai-partai kecil yang boleh dipilih, tapi tidak lolos verifikasi Komisi Pemilihan Umum.

Meski demikian, persaingan paling sengit akan dilakoni kedua partai terbesar di India, yakni Partai Bharatiya Jannata, BJP, yang sekarang berkuasa dan partai oposisi Kongres Nasional India, INC.

INC tahun ini membentuk aliansi  28 partai dan sejumlah partai lokal di bawah "Aliansi Nasional Pengembangan Inklusif India," atau disingkat INDIA. Persekutuan itu bersifat krusial, mengingat dominasi BJP di panggung politik. Partai Hindu itu saat ini menguasai sebanyak 17 dari 28 negara bagian dan wilayah persatuan di India.

Seberapa populer Modi dan BJP?

Menurut sejumlah jajak pendapat, Modi dan partai BJP diperkirakan akan kembali menjadi kekuatan terbesar dalam pemilu 2024. Popularitasnya banyak dibangun lewat kebijakan pro-Hindu yang mewakili sekitar 80 persen populasi.

Di bawah Modi, India juga mencatatkan pertumbuhan ekonomi pesat yang konstan bertengger di kisaran tujuh persen dan melampaui sembilan persen pada tahun 2021 silam. Modi berjanji, India akan menjadi perekonomian terbesar ketiga di dunia pada 2029. Target tersebut selaras dengan perkiraan analis dan ekonom soal prospek pertumbuhan di India.

Pada pemilu 2019, BJP membukukan kemenangan telak dengan mayoritas berjumlah 303 kursi dan koalisi berjumlah total 353 kursi atau nyaris mencapai mayoritas super sebesar dua pertiga anggota parlemen. Partai Kongres sebaliknya hanya memenangkan 52 kursi dan membangun koalisi berkekuatan 91 kursi.

Kini, dengan peluang memperpanjang masa jabatan selama lima tahun ke depan, kritik terhadap kebijakan BJP semakin santer dibunyikan.

India election to start on April 19

Kemunduran sekularisme di India

Sejak Modi berkuasa, India perlahan mengalami kemunduran dalam demokrasi dan sekularisme, menurut berbagai pakar dan lembaga internasional. Kedekatan BJP dengan organisasi Hindu ultranasionalis yang terinspirasi dari gagasan fasisme Eropa kian meruncingkan perseteruan dengan minoritas muslim. Akibatnya, diskriminasi dilaporkan merajalela.

Syeda Hameed, aktivis perempuan di India, mengkhawatirkan kemenangan BJP akan melanggengkan jalan menuju amandemen konstitusi. "Niatnya sudah diumumkan secara terbuka bahwa India akan menjadi negara teokrasi, jika BJP mengubah konstitusi sesuai mayoritas parlemen yang mereka kuasai," kata dia kepada DW.

"Kekhawatiran besar kami adalah perubahan konstitusi yang memperparah iklim opresi di India," imbuhnya.

Partai-partai oposisi turut mewacanakan kemunduran demokrasi di era Modi dalam kampanye pemilu. Namun, isu terbesar yang diangkat untuk merontokkan popularitas partai pemerintah akan tetap berkisar pada tingginya angka pengangguran dan inflasi.

Pemilihan terbesar di dunia?

Menurut data resmi, India memiliki 497 juta pemilih laki-laki dan 471 juta pemilih perempuan. Sekitar 20 juta pemilih di usia antara 18-29 tahun akan mencoblos untuk pertama kali pada 2024. Menurut sensus tahun 2022, sebanyak 50 persen populasi India berusia di bawah 25 tahun.

India's Congress Party hopes to make comeback

"Pemilih muda mengalami tren yang berbeda, dan menariknya mereka tidak hanya mencoblos partai tapi tokoh," kata politisi BJP Narasimha Rao kepada DW. "Bagi mereka, gambar kandidat lebih penting jika dibandingkan generasi tua," imbuhnya.

Secara umum, India selalu mencatatkan tingkat partisipasi tinggi. Pada 2019, sebanyak 66 persen pemilih menggunakan hak suaranya untuk mencoblos, menurut komisi pemilu, ECI.

Selama enam minggu, pemungutan suara dilakukan secara bertahap berdasarkan wilayah, yang ditentukan oleh ECI dengan menimbang jumlah penduduk atau risiko politik seperti potensi gangguan atau masalah keamanan.

Pemungutan suara pada tahap akhir akan dilakukan pada tanggal 1 Juni, dan rekapitulasi seluruh surat suara akan diumumkan pada tanggal 4 Juni. Untuk mendapatkan porsi mayoritas di parlemen, partai politik atau koalisi harus memperoleh 272 kursi di parlemen.

Tahun ini, komisi pemilu menyiapkan lebih dari 1,25 juta Tempat Pemungutan Suara, TPS, dan 5,5 juta mesin pemungutan suara elektronik, EVM, yang dipasang di 28 negara bagian dan sembilan wilayah persatuan di India.

India telah menggunakan metode pencobloan digital secara aman sejak tahun 1999. Pada tahun 2014, ECI mulai menggunakan printer yang secara otomatis mencetak salinan surat suara ke dalam kotak tertutup.

Pada pemilu tahun 2019 yang lalu, sekitar USD 8,7 miliar dibelanjakan oleh partai politik dan kandidat selama masa kampanye. Dalam pemilu kali ini, Pusat Studi Media di New Delhi memperkirakan belanja kampanye akan meningkat menjadi USD 14,4 miliar atau sekitar Rp. 233 triliun.

rzn/as