1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
SosialJerman

Jerman Perkenalkan ‘Green Card’ bagi Tenaga Kerja Asing

9 September 2022

Dihadapkan dengan kekurangan tenaga kerja terampil yang kritis, Jerman berencana untuk memperkenalkan ‘green card’ yang bertujuan memudahkan warga negara non Uni Eropa untuk datang mencari pekerjaan.

https://p.dw.com/p/4Gc0d
Paspor dari berbagai negara
Jerman memiliki kelemahan dalam menarik pekerja terampil, bahasa dan birokrasi berada di urutan teratasFoto: Maksym Yemelyanov/Zoonar/picture alliance

Pemerintah Jerman memperkenalkan 'green card' versinya sendiri, Chancenkarte (secara harfiah bermakna kartu peluang) menjadi upaya untuk menutup kekurangan tenaga kerjadi Jerman. Asosiasi industri telah mengeluh selama beberapa waktu, dan Kementerian Tenaga Kerja Jerman menilai kekurangan itu dapat memperlambat pertumbuhan ekonomi.

Kartu peluang ini akan menawarkan warga negara asing kesempatan untuk datang ke Jerman dan mencari pekerjaan bahkan tanpa tawaran pekerjaan, selama mereka memenuhi setidaknya tiga dari empat kriteria:

1) Gelar universitas atau kualifikasi profesional

2) Pengalaman profesional minimal tiga tahun

3) Keterampilan bahasa atau tempat tinggal sebelumnya di Jerman

4) Berusia di bawah 35 tahun

Menteri Tenaga Kerja Jerman Hubertus Heil
Menteri Tenaga Kerja Jerman Hubertus Heil ingin meningkatkan imigrasi tenaga kerja terampilFoto: Britta Pedersen/dpa/picture alliance

Kriterianya tidak berbeda dengan yang digunakan dalam sistem poin Kanada, meskipun menggunakan sistem bobot yang lebih kompleks. Akan ada batasan dan kondisi, tegas Menteri Tenaga Kerja Jerman Hubertus Heil dalam wawancara media minggu ini. Jumlah kartu akan dibatasi oleh pemerintah Jerman dari tahun ke tahun, sesuai dengan permintaan di pasar tenaga kerja, jelasnya.

"Ini tentang imigrasi yang memenuhi syarat, proses yang tidak birokratis, dan itulah mengapa penting bagi kami untuk mengatakan bahwa mereka yang memiliki kartu kesempatan dapat mencari nafkah saat mereka berada di sini," kata Heil kepada stasiun radio publik WDR, Rabu (07/09).

Pasti ada beberapa perbaikan di sini, menurut Sowmya Thyagarajan. Dia datang ke Hamburg dari India pada tahun 2016 untuk meraih gelar Ph.D di bidang teknik penerbangan dan sekarang menjadi CEO perusahaannya sendiri di Jerman, Foviatech, yang menciptakan perangkat lunak untuk menyederhanakan transportasi dan layanan kesehatan.

Sowmya Thyagarajan
Sowmya Thyagarajan datang ke Jerman dari India pada 2016, dan saat ini menjalankan perusahaan perangkat lunaknya sendiriFoto: Johannes Arlt/laif

"Saya pikir sistem poin ini bisa menjadi peluang yang sangat baik bagi orang-orang yang datang dari luar negeri untuk bekerja di sini," katanya kepada DW. "Terutama karena berkurangnya populasi muda di Jerman." Saat ini, kata Thyagarajan, perusahaannya memberikan preferensi kepada warga negara Jerman dan Uni Eropa ketika merekrut, hanya karena rintangan birokrasi yang melibatkan orang lain.

Sistem poin yang dinilai rumit

Beberapa tidak terkesan dengan ‘kartu kesempatan' Jerman. "Fasilitas ini menyiapkan rintangan tinggi yang tidak perlu dan membuat sistem lebih rumit," kata Holger Bonin, Direktur Riset di Institute of Labor Economics (IZA) di Bonn.

Bagi Bonin, sistem poin Heil hanya memperumit dan membutuhkan lebih banyak birokrasi.

"Mengapa mereka tidak membuatnya lebih sederhana? Beri orang visa untuk mencari pekerjaan, dan jika mereka tidak menemukan apa pun dalam jangka waktu tertentu, mereka harus pergi?" paparnya. "Untuk menambahkan poin tambahan, itu hanya membuatnya lebih rumit, jika kriteria ini penting bagi pemberi kerja, mereka dapat memutuskannya selama perekrutan. Mereka tidak memerlukan kartu sebagai pra-seleksi."

Bonin berpendapat bahwa beberapa kriteria mungkin tidak terlalu penting bagi pengusaha di Jerman. Misalnya, jika mereka adalah perusahaan internasional yang berkomunikasi sebagian besar dalam bahasa Inggris, mereka tidak akan peduli apakah pelamar dapat berbicara bahasa Jerman atau memiliki hunian di Jerman.

Hal itu diutarakan oleh Thyagarajan, yang memiliki penilaian yang berbeda-beda tentang seberapa berguna keempat kriteria tersebut: kualifikasi dan kemampuan bahasa sama-sama penting, katanya, tetapi dia kurang yakin tentang kepraktisan pembatasan usia. "Usia kurang dari 35, saya tidak yakin tentang itu. Anda tidak harus muda, itu benar-benar tergantung pada bagaimana mereka benar-benar terampil." Adapun pengalaman tiga tahun, Thyagarajan juga skeptis, karena dalam beberapa kasus gelar memberikan keahlian yang diperlukan. "Untuk beberapa profil pekerjaan Anda tidak memerlukan pengalaman, tetapi untuk beberapa, Anda memang harus berpengalaman."

Masalah budaya dan struktural

Kekurangan tenaga kerja terampil di Jerman telah menjadi masalah selama beberapa waktu. Gesamtmetall, Federasi Asosiasi Pengusaha Jerman di Industri Teknik Logam dan Listrik, mengatakan bahwa dua dari setiap lima perusahaan di sektornya mengalami produksi yang terhambat akibat kurangnya staf. Asosiasi Pusat untuk Kerajinan Terampil di Jerman (ZDH) mengatakan bahwa negara itu kehilangan sekitar 250.000 pengrajin terampil.

Jumlah orang terampil yang beremigrasi ke Jerman dari negara-negara non UE untuk bekerja telah meningkat selama beberapa tahun terakhir, tetapi masih relatif rendah. Menurut Integrasi Mediendienst, jumlah pekerja yang memenuhi syarat yang memasuki Jerman hanya lebih dari 60.000 pada tahun 2019. Angka itu hanya 12% dari semua migrasi dari negara-negara non UE ke Jerman pada tahun itu.

Jerman memiliki beberapa kelemahan budaya dibandingkan dengan negara-negara Barat lainnya yang berharap dapat menarik pekerja terampil, bahasa Jerman kurang digunakan secara universal daripada bahasa Inggris. "Pekerja terampil hampir selalu mencari untuk masuk ke negara-negara yang berbahasa Inggris," kata Thyagarajan. "Sampai batas tertentu, penting (karyawan kami berbicara bahasa Jerman), karena ini adalah Jerman, setidaknya kecakapan kerja."

Keunggulan Universitas Teknik di Jerman

Masalah lain adalah bahwa pemberi kerja di Jerman secara tradisional menetapkan acuan yang lebih tinggi dengan sertifikat dan kualifikasi, dan ini sering tidak diakui di Jerman, atau membutuhkan waktu berbulan-bulan untuk disetujui. "Masalah-masalah itu tidak akan terpecahkan dengan memperkenalkan kartu peluang," kata Bonin.

Ada masalah sistemik lain bagi pemberi kerja di Jerman, sistem federal Jerman berarti otoritas lokal yang berbeda kadang-kadang mengakui kualifikasi yang berbeda, dan ketergantungan Jerman pada birokrasi kertas, dengan karyawan, sering membutuhkan terjemahan sertifikat mereka yang disetujui oleh notaris. Ini juga merupakan kekhawatiran yang Heil coba atasi.

"Saya pikir sangat, sangat perlu, selain dari undang-undang imigrasi modern, untuk menyederhanakan monster birokrasi dalam mengakui kualifikasi," katanya kepada WDR. Untuk itu, Heil ingin melihat lembaga pusat yang dapat menyetujui kualifikasi dengan cepat.

(rs/ha)

Benjamin Knight
Ben Knight Berkantor di Berlin, Ben Knight terutama menulis laporan seputar politik Jerman.@BenWernerKnight